China Asean Free Trade Area
Kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan China
dalam rangka China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), membawa implikasi besar
terhadap industri dalam negeri. China merupakan negara yang saat
ini menguasai dunia, terutama dalam satu dasawarsa ini. China merupakan salah
satu Negara yang paling mendapat perhatian ASEAN karena kekuatan ekonominya. Di
tahun 2010, kekuatan ekonomi China berhasil melampaui Jepang setelah beberapa
tahun sebelumnya melampaui Jerman, Perancis dan Inggris .
CAFTA pertama kali mengemuka dalam KTT ASEAN ke 7 di
Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada November 2001. Tiga tahun kemudian,
tepatnya 4 November 2004, kerangka kesepakatan ini ditandatangai oleh
para kepala Negara anggota ASEAN dan China di Pnom Penh, Kamboja.
CAFTA itu sendiri memiliki tujuan untuk memperkuat dan
meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak,
meliberalisasi perdagangan barang, jasa dan investasi , mencari area baru dan
mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak
serta memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara anggota
baru ASEAN dan menjembatani gap kedua belah pihak.
Setelah pemberlakuan CAFTA, nilai ekspor non migas
Indonesia ke China mencapai US $ 14,1 milyar di tahun 2010 atau meningkat 58%
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar US $ 8,9 milyar. Sedangkan nilai impor
Indonesia dari China tercatat US $ 19,7 milyar atau meningkat 46% dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar US $ 13,5 milyar.
Pada tahun 2011, angka ekspor Indonesia ke China dan
impor non migas dari China diproyeksikan mengalami kenaikan. Januari hingga
Agustus 2011, nilai ekspor Indonesia ke China mencapai angka US $ 12,8 milyar
dan angka impor dari China mencapai US $ 16,4 milyar.
Hal yang harus diperhatikan dalam CAFTA ini adalah
apakah pemerintah telah melakukan sosialisasi public terhadap kesepakatan CAFTA
ini dan strategi apakah yang akan diterapkan dalam menghadapi CAFTA. Pemerintah
perlu melakukan kajian apakah kesepatan perdagangan ini lebih banyak merugikan ataukah
menguntungkan, mengingat pasar Indonesia yang dibanjiri oleh produk dari China.
Perdagangan bebas ini jangan sampai membuat perusahaan Indonesia akan tutup
akibat tidak mampu bersaing dengan produk-produk dari China.
Ketika CAFTA diberlakukan tanggal 1 Januari 2010, produksi industri
nasional menurun sampai 50 persen. Hal ini disebabkan oleh ketatnya persaingan
yang menyebabkan produk usaha kecil dan menengah kalah dalam persaingan. Sektor
industry pun terpaksa memangkas jumlah tenaga kerja hingga 20 persen. Jumlah
pengangguran akan terus meningkat dari 8.9 juta (2009) menjadi 9.2 juta (2011).
Neraca perdagangan Indonesia terus mengalami
penurunan. Pada tahun 2006 neraca perdagangan Indonesia surplus USD 39,7
miliar, namun tahun 2011 hanya mendapat keuntungan sebasar USD 22,1 miliar. Hal
ini disebabkan oleh timpangnya neraca ekspor impor Indonesia dan China.
Sedangkan pada tahun 2010, deficit perdagangan Indonesia dengan China mencapai USD 7 miliar. Data ini menunjukkan betapa derasnya arus masuk barang dari China ke Indonesia.
Sedangkan pada tahun 2010, deficit perdagangan Indonesia dengan China mencapai USD 7 miliar. Data ini menunjukkan betapa derasnya arus masuk barang dari China ke Indonesia.
Kehadiran produk impor dari China telah menimbulkan
dampak negative terhadap lima sector industry yaitu logam, permesinan, tekstil,
elektronika, dan furniture. Hal ini berakibat pada sejumlah pelaku usaha di
lima industry tersebut terpaksa melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga
kerja. Pemberlakukan CAFTA lebih banyak menguntungkan China daripada Indonesia.
Dampak CAFTA yang mendatangkan kerugian bagi Indonesia
ini menuntut langkah cepat untuk diatasi. CAFTA telah membawa implikasi yang
tidak menguntungkan bagi sejumlah sector industry. Ada beberapa strategi dalam
menghadapi CAFTA.Pertama, dengan peningkatan capacity building industry
dalam negeri, terutama dalam meningkatkan daya saing. Daya saing merupakan hal
penting dalam berkompetisi dengan China, diantaranya dengan memperbaiki
infrastruktur berupa pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit dan
jaringan pasokan energy dan sarana pendukung lainnya.
Kedua, CAFTA harus mejunjung tinggi prinsip
perdagangan yang seimbang antara China dan Indonesia. (balance trade).
Prinsip balance trade ini dapat dijadikan pijakan untuk memperbaiki
posisi perdagangan Indonesia terhadap China, sehingga jika tidak terjadi
ketidakseimbangan perdagangan, maka Indonesia sebagai pihak yang merasa
dirugikan dapat mengajukan keberatan.
Ketiga, Jika pemerintah tidak mampu berkompetisi
dengan China untuk beberapa sector perdagangan, maka strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan mengeluarkan kebijakan safeguard yaitu pengenaan
Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Ada lima produk impor yang dikenakan
safeguard (BMTP) selama tiga tahun ke depan yaitu:produk tali kawat baja, kawat
seng dan kawat bindrat, kain tenun dari kapas.
Keempat, Indonesia perlu memproduksi apa yang tidak diproduksi oleh China dan ekspor mana yang berbeda dari China. Inilah yang disebut dengan complementary atau kebijakan perdagangan yang saling melengkapi.
Keempat, Indonesia perlu memproduksi apa yang tidak diproduksi oleh China dan ekspor mana yang berbeda dari China. Inilah yang disebut dengan complementary atau kebijakan perdagangan yang saling melengkapi.
Kelima, Voluntary Export Restraint (VER). Hal
inilah yang permah dilakukan oleh Amerika Serikat ketika Negara ini diserbu
oleh produk China. Dengan VER, maka Amerika Serikat dapat meminta China agar
membatasi barangnya masuk ke Amerika. Indonesia dapat meminta China untuk
mencabut subsidi ekspor dan membeli produk Indonesia lebih banyak lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar